Sebatang lidi tidak akan ada artinya bagi tumpukan sampah yang menggunung. Sebatang lidi juga tidak akan sanggup membersihkan sampah di sekeliling kita ketika sendirian. Bahkan bukan tidak mungkin sebatang lidi akan patah bila dipaksa menjadi alat pembersih. Namun cerita akan jauh berbeda ketika batangan-batangan lidi itu dikumpulkan menjadi satu, lalu diikat di pangkalnya. Tenaga yang kecil dari sebatang lidi akan menjadi kekuatan yang besar bila menyatu dalam satu kesatuan yang terikat kokoh dengan kebersamaan. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, itulah filosofinya.
Kehidupan manusia dapat berjalan baik, sebagaimana sebuah sapu lidi, jika manusia mempererat ikatannya. Berlaku pula sebaliknya, ketika ikatan kendor maka musibah besar akan datang menimpa. Efek perpecahan kian terasa hari ini, yang paling nampak adalah umat terus-terusan menjadi ‘sasaran tinju’ lawan. Sebagian kalangan memandang fenomena ini sebagai sunatullah. Namun bukan berarti kita hanya bersila kaki menunggu keajaiban datang. Kita tetap tertuntut untuk mengupayakan persatuan.
Grand Desain Musuh Islam
Kondisi parah tersebut tidak lepas dari adanya konspirasi di tengah-tengah kaum muslimin. Musuh-musuh Islam sangat menyadari potensi perbedaan-perbedaan di tubuh umat ini, meskipun kebanyakan adalah perbedaan dalam masalah ijtihadiyah yang memang dibolehkan adanya silang pendapat di dalamnya.
Mereka memanfaatkan celah ini agar umat Islam tidak pernah dapat bersatu. Mereka menyadari dengan penuh kesadaran bahwa kaum muslimin tidak boleh dibangunkan dari tidur panjangnya, sehingga mereka terus berupaya membuat kaum muslimin sibuk bertengkar di kandang sendiri. Musuh-musuh Islam selalu memanfaatkan senjata pamungkas ini disetiap makan (tempat) dan zaman. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran: 120).
Imam Qatadah ketika menafsirkan ayat tersebut berkata, “Apabila mereka melihat para pemeluk Islam bersatu, berjama’ah dan menang atas musuhnya, itu menjadikan mereka marah dan tersakiti. Namun apabila mereka melihat para pemeluk Islam berpecah belah dan berselisih, atau ada diantara pemeluknya yang tertimpa musibah, mereka sengan, bangga, dan gembira.” (Tafsir ath-Thabari, 7/155-156).
Senjata Utama Setan
Bukan hanya musuh dari kalangan manusia saja yang bekerja keras menjauhkan umat dari persatuan, setan pun setali tiga uang, ia membantu orang-orang kafir serta munafik dalam permainan cantik mereka memecah belah umat. Terkadang mereka yang terlalu fanatik dengan wadah tempat mereka berkumpul lupa akan tipu daya syaitan ini, kalaupun ada yang mengingatkan langsung dihujani pandangan tajam plus sinis.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّوْنَ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيْشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya setan sudah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat (kaum muslimin). Namun ia tidak putus asa untuk mengadu domba mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 1937).
Imam An-Nawawi berkata, “Syaitan berusaha mengadu domba di antara orang-orang yang beriman dengan permusuhan, kebencian, peperangan, fitnah, dan yang semisalnya.” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim, 17/156).
Kenyataan Pahit dan Menyedihkan
Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad berkata, “Termasuk perkara yang sangat disayangkan terjadi di zaman ini adalah apa-apa yang terjadi di kalangan Ahlus Sunnah, berupa ketidakcocokan dan perpecahan, yang mengakibatkan mereka sibuk saling memelukai, men-tahdzir, dan meng-hajr. Yang wajib mereka lakukan adalah usaha mereka diarahkan kepada selain mereka, dari kalangan orang-orang kafir dan ahli bid’ah yang memusuhi Ahlus Sunnah. Hendaknya Ahlus Sunnah bersatu, saling menyayangi, dan saling mengingatkan di antara mereka secara halus dan lembut.” (Rifqan Ahlu as-Sunnah bi Ahli as-Sunnah, hlm. 19).
Sibuknya umat pada persoalan-persoalan khilafiyah terus mendapat tambahan bumbu dari dapur orang kafir. Padahal kalau berfikir jernih tanpa perlu berletih, yang namanya perbedaan pendapat dalam urusan agama sudah ada sejak generasi terbaik umat ini; para sahabat. Qunut tidak qunut, keras atau pelan dalam basmalah, goyang atau diamnya telunjuk dalam tasyahud, semuanya sesuatu yang lumrah ada silang pendapat, karena dari para guru kita sampai ke generasi salaf pun demikian adanya.
Letak celanya bukan pada perbedaan di atas, namun sikap kepada pengambil pendapat lain lah yang tak santun dan belum terkontrol. Akan lebih enak dipandang ketika kita menelanjangi ideologi musuh, daripada terus membully kawan seiman.
Kita hidup pasti tetap punya belang yang mungkin hanya bisa tertambal oleh kawan kita. Sang teman juga tentu tak lepas dari noda, mungkin kita lah yang bisa membantu membersihkannya. Begitupula dalam bermasyarakat, berorganisasi atau berlembaga, kita tak bisa hidup sendiri sehebat apapun kemampuan yang dimiliki, tetapi kita membutuhkan satu sama lain.
Hilangnya Sang Nahkoda
Terjadinya perpecahan akibat perbedaan pandangan di tengah-tengah kaum muslimin bukan hal baru. Sehingga para penguasa republik ini pun sudah pasti tahu, hanya saja sebagaimana negara-negara sekuler, dimana negara dan agama adalah hal yang terpisah dan tidak boleh disatukan, maka ketidakpedulian penguasa wajar adanya. Akibatnya, kaum muslimin diminta untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, tanpa kehadiran penguasa di dalamnya, aneh memang, jika demikian prinsipnya, lalu apa gunanya penguasa?
Kesendirian umat dalam menghadapi bejibun persoalan akhir-akhir ini semakin terpupuk oleh semangat Bela Qur’an. Namun harus kita sadari bahwa kepedulian yang hanya bersifat individu, atau kelompok tidak akan menyelesaikan masalah. Ibarat sebuah kapal yang berlubang, maka air masuk dan kita berusaha mengeluarkannya dengan kemampuan masing-masing. Yang punya ember, bantuannya lebih besar, yang punya gayung dengan gayung yang ada, yang tidak punya apa-apa maka hanya dengan cidukan kecil tangannya.
Semua itu hanya untuk bertahan agar kapal tidak tenggelam. Sementara musuh-musuh Islam terus berusaha melubangi kapal. Yang seharusnya kita lakukan adalah memperbaiki kapal, menambal lubang dan menguatkannya, sehingga kapal beserta seluruh penumpangnya bisa berlayar meninggalkan musuh di belakang atau bahkan menghabisinya.
Umat Butuh Penuntun dan Pelindung
Saat ini, kaum muslimin tidak punya sebuah kapal yang kuat. Kita terombang-ambing di dalam sampan-sampan kecil yang minim kekuatan. Kebanyakan sampan pun masih berlubang. Kaum muslimin memerlukan satu bahtera untuk berlayar bersama di bawah satu nakhoda. Kita memerlukan kekhilafahan, yang mampu mengayomi muslim sedunia.
Rasulullah bersabda,
الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Seorang imam (khalifah) adalah tameng atau perisai, dimana di belakangnya umat berperang, dan kepadanya umat berlindung.” (HR. Bukhari no. 2957).
Ketika ada satu wilayah Islam yang diserang oleh kaum Kafir, maka ibarat tubuh, wilayah yang lain pun dengan cepat membantunya. Saat Perang Salib di Palestina, Shalahuddin al-Ayyubi datang dari Mesir untuk membebaskan wilayah tersebut (1187 M). Yusuf bin Tasifin juga melakukan hal yang sama, ketika kaum Salibis menduduki Andalusia, Spanyol (1109 M). Bahkan Khilafah juga melindungi pemeluk agama lain. Ketika orang-orang Yahudi terpaksa mengungsi akibat praktek inkuisisi yang dilakukan oleh orang-orang Kristen di Spanyol pada abad ke-15, mereka mendapat perlindungan dari Khalifah Bayazid II.
Selain sebagai pengayom dan pelindung rakyat, Khalifah juga sebagai pemersatu ketika ada perbedaan pendapat yang bisa menjurus kepada pertikaian. Dalam sebuah kaidah disebutkan,
أَمْر الإِماَمِ يَرْفَعُ الخِلاَفَ
“Pendapat imam menjadi juru putus ketika terjadi perselisihan.”
Dukungan Umat Untuk Mewujudkannya
Keberadaan Khilafah Islamiyah bagaikan payung yang melindungi dari sengat matahari dan derasnya air hujan. Jika Khilafah Islam tegak maka ia berpotensi menyatukan 1,4 miliar umat Islam di seluruh dunia; menghimpun sebagian besar kekayaan sumber daya alam yang umumnya dimiliki negeri-negeri Islam; bahkan menggalang kekuatan militer dalam jumlah amat besar.
Potret masa depan umat Islam inilah yang tidak dikehendaki oleh Barat. Sebab, mereka sadar, jika Khilafah tegak dan mempersatukan umat Islam sedunia, dominasi dan penjajahan mereka akan segera berakhir. Tersebab itu, umat Islam harus sadar bahwa perpecahan sejak awal memang menjadi cita-cita kaum penjajah Barat dan mereka akan terus membuat skenario untuk memeliharanya. Salah satunya adalah dengan terus-menerus memojokkan ide Khilafah sekaligus memerangi kaum Muslimin yang berjuang untuk menegakkan cita-cita tersebut.
Oleh karena itu, umat harus sadar, Khilafah adalah kunci persatuan umat Islam sedunia. Khilafah pula yang bakal menegakkan agama Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan, yang tentu bakal menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Walhasil, penting bagi setiap muslim untuk terus menyuarakan persatuan umat Islam. Namun, lebih penting lagi umat ini untuk terus menyuarakan, bahwa persatuan umat Islam sedunia tak akan pernah benar-benar bisa terwujud, kecuali dalam satu kepemimpinan Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam.
0 Response to "Alat Pemersatu itu bernama Khilafah"
Post a Comment