HUKUM MENOLAK KHILAFAH
HAKEKAT KHILAFAH ISLAMIYYAH
Kewajiban Syariat, Janji Allah & Bisyarah Nabi saw,
dan Kewajiban Yang Wajib Disegerakan
Khilafah Bagian Dari Kewajiban Syariat Yang Penting
Ulama Aswaja sepakat memasukkan Khilafah Imamah, atau Imaratul Mukminiin dalam bab syariat, bukan ‘aqidah. Hanya saja urgensitas dan kedudukan Khilafah sangat penting dalam pandangan mereka. Imam Abu al-Ma’aliy al-Juwaini (Imam al-Haramain), seorang ulama besar madzhab Syafi’iy, di dalam Kitab al-Irsyad mengatakan:
اَلْكَلَامُ فِى هذا الباب لَيْسَ مِنْ أُصُوْلِ الْاِعْتِقَادِ، وَالْخَطْرُ عَلَى مَنْ يَزِلُ فِيْهِ يُرَبِّى عَلَى الْخَطْرِ عَلَى مَنْ يَجْهَلُ أَصْله
“Pembicaraan dalam bab ini (imamah) tidak termasuk pokok-pokok aqidah (keyakinan), namun bahaya atas orang yang salah di dalamnya lebih besar daripada orang yang tidak mengerti asalnya (maksudnya pokok-pokok agama Islam (‘aqidah atau ushuul al-diin).” [Imam al-Haramain (Abu al-Ma'ali al-Juwaini, Al Irsyaad, hal. 410, Penerbit Maktabah al Khanajiy, 1950, Kairo, Mesir]
Penjelasan Imam Al Haramain di atas untuk membedakan pendirian ulama aswaja dengan kelompok Syi’ah. Kelompok Syi’ah memandang imamah bagian dari ‘aqidah. Adapun ulama aswaja berpendapat, orang yang salah dalam masalah imamah, dianggap melanggar syariat, dan terjatuh dalam dosa dalam konteks asalnya. Namun, dalam keadaan-keadaan tertentu bisa menggugurkan keimanan (kafir), jika diiringi dengan keyakinan (i’tiqad).
Imamah atau Khilafah termasuk kewajiban syariat yang penting dan urgen. Pasalnya, eksistensi Khilafah merupakan penjamin penerapan syariat Islam secara kaaffah. Tanpa Khilafah, banyak hukum Islam terlantar, dan kaum Muslim tidak memiliki pelindung atas harta, jiwa, dan kehormatan mereka. Imam Al Ghazaliy menyatakan:
اَلِّديْنُ أُسٌّ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لاَ أُسَّ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لاَ حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
”Agama Islam adalah asas, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Kekuasaan tanpa asas akan binasa, sedangkan agama tanpa penjaga akan lenyap”. [Imam al-Ghazali, Al-Iqtishaad fi al-I’tiqaad, Juz 1/76]
Khilafah atau imamah disepakati sebagai bagian dari pilar agama Islam (arkaan al-diin) Di dalam Kitab al-Farq Bain al-Firaq Imam al-Asyfirayaini rahimahullah ta’ala mengatakan:
الفصل الثالث من فصول هذا الباب في بيان الاصول التى اجتمعت عليها اهل السنة. قد اتفق جمهور اهل السنة والجماعة على اصول من اركان الدين كل ركن منها يجب على كل عاقل بالغ معرفة حقيقته ولكل ركن منها شعب وفي شعبها مسائل اتفق اهل السنة فيها على قول واحد وضللوا من خالفهم فيها واول الاركان التى رأوها من اصول الدين اثبات الحقائق والعلوم على الخصوص والعموم...والركن الثانى عشر في معرفة الخلافة والامامة وشروط الزعامة...
Pasal Ketiga: Di Antara Bagian-bagian Bab Ini; Penjelasan Masalah-masalah Ushul Yang Ahlus Sunnah Telah Sepakat Di Atasnya. Mayoritas ulama Ahlus Sunnah sepakat atas perkara-perkara ushul yang menjadi bagian dari rukun-rukun dien (pilkar-pilar agama Islam). Setiap rukun dari rukun-rukun tersebut wajib atas setiap orang yang berakal dan baligh mengetahui hakekatnya. Setiap rukun dari perkara-perkara ushuluddin memiliki cabang-cabang, dan di dalam cabang-cabang itu terdapat masalah-masalah yang ahlus sunnah wal jamamah telah menyepakatinya secara bulat, dan mereka menyesatkan siapa saja yang menyelisihi mereka dalam perkara-perkara tersebut, yakni: (1) Rukun Pertama, yang mereka (ahlus sunnah) pandang sebagai bagian dari ushuluddin: Penetapan hakekat-hakekat dan pengetahuan-pengetahuan atas yang khusus dan umum.[Itsbaat al-haqaaiq wa al-uluum ‘ala al-khushush wa al-‘umuum)….. (12) Rukun Kedua belas: Khilafah dan Imamah, dan syarat-syarat pemimpin. (13) [Imam Asyfirayaini, al-Farq bain al-Firaq, hal. 279]
Syaikh al-Islaam, Imam Zakariya bin Mohammad bin Ahmad bin Zakariya al-Anshoriy di dalam Fath al-Wahab, menyatakan :
(فصل) في شروط الامام الاعظم، وفي بيان طرق انعقاد الامامة، وهي فرض كفاية كالقضاء
“(Pasal) tentang syarat-syarat Imam al-A’dzam dan penjelasan mengenai metode untuk pengangkatan Imamah. Imamah hukumnya adalah fardlu kifayah seperti al-qadla’ (peradilan)”. [Imam Zakariya bin Mohammad bin Ahmad bin Zakariya al-Anshoriy, Fath al-Wahab bi Syarh Minhaj al-Thulaab, juz 2/268]
Di dalam Kitab al-Taaj wa al-Ikliil li Mukhtashar Khaliil, disebutkan:
( وَالْإِمَامَةِ ) قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ أَبُو الْمَعَالِي : لَا يُسْتَدْرَكُ بِمُوجِبَاتِ الْعُقُولِ نَصْبُ إمَامٍ وَلَكِنْ يَثْبُتُ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ وَأَدِلَّةِ السَّمْعِ وُجُوبُ نَصْبِ إمَامٍ فِي كُلِّ عَصْرٍ يَرْجِعُ إلَيْهِ فِي الْمُلِمَّاتِ وَتُفَوَّضُ إلَيْهِ الْمَصَالِحُ الْعَامَّةُ ( وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ )
“(Wa al-Imaamah): Imam al-Haramain Abu al-Ma’aaliy berkata: Mengangkat seorang Imam tidaklah bisa ditetapkan berdasarkan logika akal, tetapi ditetapkan berdasarkan ijma’ kaum Muslim dan dalil-dalil sam’iyyah; dan kewajiban mengangkat seorang Imam di setiap masa untuk mengembalikan kesukaran-kesukaran kepadanya, dan untuk diserahkan kemashlahatan umum kepadanya”.[Imam al-Muwaaq, al-Taaj wa al-Ikliil li Mukhtashar Khaliil, juz 5/131]
Tentu yang dimaksud imamah di sini adalah pemerintahan yang tegak di atas aqidah Islamiyyah dan menerapkan syariat Islam. Di dalam Kitab Raudlat al-Thaalibiin wa ’Umdat al-Muftiin, disebutkan:
الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها, لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها.قلت تولي الإمامة فرض كفاية فإن لم يكن من يصلح إلا وأحد تعين عليه ولزمه طلبها إن لم يبتدئوه والله أعلم.
“Pasal kedua tentang kewajiban Imamah dan penjelasan mengenai jalan-jalan (menegakkan) Imamah. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi umat adanya seorang Imam yang menegakkan agama, menolong sunnah, menolong orang-orang yang didzalimi, memenuhi hak-hak dan menempatkan hak-hak pada tempatnya. Saya berpendapat bahwa menegakkan Imamah adalah fardlu kifayah. Jika tidak ada lagi orang yang layak (menjadi seorang Imam) kecuali hanya satu orang, maka ia dipilih menjadi Imam dan wajib atas orang tersebut menuntut jabatan Imamah jika orang-orang tidak meminta dirinya terlebih dahulu. Wallahu A’lam”. [Imam An Nawawiy, Raudlat al-Thaalibiin wa ‘Umdat al-Muftiin, juz 3/433]
Imamah, Khilafah, dan Imaratul Mukminiin memiliki makna yang sama. Di dalam Kitab al-Majmuu’, Imam An Nawawiy menyatakan:
والمراد بالامام الرئيس الا على للدولة، والامامة والخلافة وإمارة المؤمنين مترادفة، والمراد بها الرياسة العامة في شئون الدين والدنيا. ويرى ابن حزم أن الامام إذا أطلق انصرف إلى الخليفة، أما إذا قيد انصرف إلى ما قيد به من إمام الصلاة وإمام الحديث وإمام القوم.
Yang dimaksud dengan al-Imam, tidak lain tidak bukan adalah kepala Negara. Al-Imamah, al-Khilafah, Imaarat al-Mukminiin adalah mutaraadif (sinonim). Sedangkan yang dimaksud dengan al-Imamah adalah kepemimpinan umum (al-riyaasah al-‘aamah) dalam mengatur urusan agama dan dunia. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kata “al-Imam”, jika disebut secara mutlak, maka pengertiannya adalah al-khalifah. Adapun jika disebut dengan taqyid (pembatasan) maka maknanya adalah sesuai dengan batasan tersebut, misalnya, imam sholat, imam al-hadits, dan imam suatu kaum. [Imam An Nawawiy, Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 19/191]
Tegaknya Khilafah Adalah Janji Allah dan Bisyarah Nabi saw
Allah swt menjanjikan kekuasaan atas seluruh muka bumi kepada kaum Mukmin (istikhlaf). Dengan kata lain, Allah swt berjanji kepada orang yang beriman dan beramal sholeh dari kalangan kaum Mukmin, untuk menjadi khalifah yang memimpin dan menguasai seluruh dunia. Janji agung ini terdapat di dalam surat An Nuur (24) ayat ke 55. Allah swt berfirman;
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahkuKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku; dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik".[TQS An Nuur (24):55]
Di dalam kitab Manaahil al-'Irfaan, juz 2/271, Imam al-Zarqaaniy menjelaskan ayat di atas dengan menyitir sebuah riwayat dari Imam al-Hakim dari Ubay bin Ka’ab ra, bahwasanya ia berkata:
لما قدم رسول الله وأصحابه المدينة وآوتهم الأنصار رمتهم العرب عن قوس واحدة وكانوا لا يبيتون إلا بالسلاح ولا يصبحون إلا فيه فقالوا أترون أنا نعيش حتى نبيت آمنين مطمئنين لا نخاف إلا الله فنزلت الآية وكذلك روى ابن أبي حاتم عن البراء قال نزلت هذه الآية ونحن في خوف شديد أي قوله تعالى وعد الله الذين آمنوا وعملوا الصالحات الخ هكذا كان حال الصحابة أيام أن وعدهم الله ما وعد وما أعجل تحقق هذا الوعد الإلهي رغم هذه الحال المنافية في العادة لما وعد فدالت الدولة لهم واستخلفهم في أقطار الأرض وأورثهم ملك كسرى وقيصر ومكن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وأبدلهم من بعد خوفهم أمنا
" Ketika Rasulullah saw dan para shahabatnya sampai di Madinah dan orang-orang Anshor memberikan perlindungan kepada mereka, maka orang-orang Arab bersatu padu memerangi mereka. Sehingga para shahabat dan Nabi saw tidak pernah melewati malamnya kecuali dengan perang, dan mereka senantiasa bangun di waktu pagi dalam keadaan perang. Para shahabat pun berkata, "Tahukah kalian, kapan kita bisa melewati malam-malam kita dengan aman dan tentram, dan kita tidak pernah lagi takut, kecuali hanya takut kepada Allah swt? Lalu, turunlah firman Allah swt surat An Nuur (24):55. Imam Ibnu Abi Hatim juga menuturkan dari al-Bara', bahwasanya ia berkata, "Ayat ini turun di saat kami berada dalam ketakutan yang luar biasa. Demikianlah keadaan para shahabat pada saat itu, walaupun Allah swt telah berjanji kepada mereka, namun Dia tidak menyegerakan terwujudnya janji Ilahiy itu, meskipun keadaan (ketakutan) mereka benar-benar telah diluar keadaan yang normal. Hingga akhirnya, Daulah Islamiyyah di Madinah berhasil menunjukki mereka, dan Allah mengangkat mereka sebagai Khalifah yang menguasai seluruh penjuru dunia,; dan Allah mewariskan kepada mereka negeri kerajaan Kisra, Romawiy. Tidak hanya itu saja, Allah menguatkan agama yang telah diridloiNya untuk mereka, dan mengubah ketakutan mereka menjadi rasa aman". [Imam al-Zarqaaniy, Manaahil al-'Irfaan, juz 12, hal. 271]
Imam AL-Baidlawiy di dalam Tafsir al-Baidlawiy menyatakan:
{وَعَدَ الله الذين ءامَنُواْ مِنْكُمْ وَعَمِلُواْ الصالحات } خطاب للرسول صلى الله عليه وسلم وللأمة أوله ولمن معه ومن للبيان { لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرض } ليجعلنهم خلفاء متصرفين في الأرض تصرف الملوك في مماليكهم ، وهو جواب قسم مضمر تقديره وعدهم الله وأقسم ليستخلفنهم ، أو الوعد في تحققه منزل منزلة القسم . { كَمَا استخلف الذين مِن قَبْلِهِمْ } يعني بني إسرائيل استخلفهم في مصر والشام بعد الجبابرة
"[Wa’ada al-Allah alladziina aamanuu minkum wa ’amilu al-shaalihaat/sesungguhnya Allah swt telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu, dan orang-orang yang beramal sholeh]", adalah seruan (perintah/khithab) bagi Rasulullah saw dan umatnya, baik generasi awal maupun umat yang senantiasa bersama beliau saw. Huruf min di sini berfungsi untuk menjelaskan (lil bayaan). "[Layastakhlifannahum]" artinya adalah, "menjadikan mereka para khalifah pengatur bumi yang akan mengatur semua kekuasaan di dalam kekuasaan mereka. Frase ini adalah jawab qasam (jawaban atas sumpah) yang dimudlmarkan (disembunyikan); sedangkan perkiraan maknanya adalah: Allah swt berjanji kepada mereka dan Allah swt bersumpah akan mengangkat mereka sebagai penguasa. Atau janji tersebut dalam pewujudannya menggantikan kedudukan qasam"[Kamaa istikhlafa al-ladziina min qablihim/Seperti halnya Allah telah menjadi orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa]; yakni Bani Israil yang berkuasa atas Mesir dan Syam setelah runtuhnya kekuasaan al-Jabaabirah".
Imam Qurthubiy menyatakan
واللام في {لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ} جواب قسم مضمر ؛ لأن الوعد قول ، مجازها : قال الله للذين آمنوا وعملوا الصالحات والله ليستخلفنهم في الأرض فيجعلهم ملوكها وسكانها. {كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ} يعني بني إسرائيل ، أهلك الجبابرة بمصر والشام وأورثهم أرضهم وديارهم.
”Huruf lam pada frase [layastakhlifannahum] adalah jawab qasam mudlmar (jawab sumpah yang didlamirkan. Sebab, al-wa’du (janji) adalah qaul (perkataan), majaznya, ”Allah swt berfirman kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh; dan sungguh Allah akan mengangkat mereka sebagai penguasa di muka bumi, dan menjadikan mereka penguasanya dan penduduknya”. [Kamastakhlafa alladziina min qablihim], yakni (seperti) Bani Israil, yang berhasil mengalahkan kekuasaan Jababirah di Mesir dan Syam, dan mewariskan bumi dan negeri mereka kepada Bani Israil”[Imam Qurthubiy, al-Jaami’ li Ahkaam al-Quran, Juz 12, hal. 300]
Imam Thabariy di dalam tafsirnya menyatakan; makna frase "layastakhlifannahum fi al-ardl":
ليورثنهم الله أرض المشركين من العرب والعجم، فيجعلهم ملوكها وساستها( كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ) يقول: كما فعل منْ قبلهم ذلك ببني إسرائيل، إذ أهلك الجبابرة بالشأم، وجعلهم ملوكها وسكانها
”Sesungguhnya Allah akan mewariskan bumi kaum Musyrik, baik dari kalangan Arab dan non Arab kepada mereka (umat Islam), dan menjadikan mereka sebagai penguasanya dan mengatur urusan mereka; sebagaimana Allah telah mengangkat sebagai penguasa orang-orang sebelum mereka; seperti yang dilakukan oleh Allah pada Bani Israil. Sebab, mereka (Bani Israil) berhasil mengalahkan rejim Jababirah di Syam dan menjadikan mereka sebagai penguasa daerah itu, sekaligus sebagai penduduknya."
Syaikh Ali al-Shabuniy di dalam Shafwat al-Tafaasiir, menafsirkan frase "layastakhlifannahum fi al-ardl kamastakhlafa al-ladziina min qablihim" atas sebagai berikut:
أي وعد الله المؤمنين المخلصين الذين جمعوا بين الايمان و العمل الصالح {لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ } اي وعدهم بميراث الارض وأن يجعلهم فيها خلفاء متصرفين فيها تصرف الملوك في ممالكهم, كما استخلف المؤمنين قبلهم فملكهم ديار الكفار..."
"Maksudnya, Allah swt telah berjanji kepada kaum Mukmin yang mukhlish yang terkumpul di dalam dirinya iman dan amal sholeh; [Layastakhlifannahum fi al-ardl kamaa istikhlafa alladzinna min qablihim], yakni Allah swt berjanji akan mewariskan bumi ini kepada mereka (umat Islam), dan menjadikan mereka sebagai khalifah yang akan mengatur muka bumi ini dalam kekuasaan mereka; sebagaimana Allah swt telah mengangkat kaum Mukmin sebelumnya sebagai penguasa, dan menguasai negeri-negeri kaum kafir..."
Di dalam sunnah, banyak dituturkan riwayat-riwayat yang berisi bisyarah (kabar gembira) tegaknya kekhilafahan Islam yang kekuasaannya meliputi timur dan barat bumi. Di antara hadits-hadits yang berbicara tentang bisyarah Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
Imam Ahmad menuturkan sebuah riwayat bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ (رَوَاهُ اَحْمَدُ)
"Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan 'ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja dictator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah 'ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam".[HR. Imam Ahmad]
Di dalam hadits-hadits shahih, Nabi Mohammad saw telah mengabarkan kabar gembira (bisyarah) kepada kaum Muslim tentang kekuasaan umat Islam yang mencakup seluruh muka bumi. Riwayat-riwayat yang menuturkan kekuasaan kaum Muslim mulai dari timur dan barat, menunjukkan bahwasanya kekhilafahan Islam akan ditegakkan kembali di muka bumi. Pasalnya, perluasan kekuasaan kaum Muslim hanya akan terjadi jika di sana ada penaklukkan-penaklukkan. Penaklukkan-penaklukkan hanya terjadi jika di sana ada pasukan perang yang dilengkapi oleh piranti perang yang kuat dan canggih. Semua itu tidak akan terwujud kecuali ada negara super power yang tegak di atas ’aqidah dan syariat Islam. Negara itu tidak lain tidak bukan adalah Khilafah Islamiyyah.
Di antara riwayat-riwayat yang berbicara tentang kekuasaan kaum Muslim yang mencakup timur dan barat adalah sebagai berikut. Imam Muslim menuturkan sebuah hadits dari Tsauban, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
ِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا...“ (أخرجه الامام مسلم, صحيح مسلم 4:2215 , الترمذي, سنن الترمذي 4:472 ,ابو داود,سنن ابو داود,4:97)
”Sesungguhnya Allah swt telah mengumpulkan (dan menyerahkan) bumi kepadaku, sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya. Sesungguhnya umatku, kekuasaannya akan mencapai apa yang telah dikumpulkan dan diserahkan kepadaku”.[HR. Imam Muslim, Tirmidziy, dan Abu Dawud]
Al-Hafidz al-Khaathabiy berkata:
”.. وَمَعْنَاهُ أَنَّ الْأَرْضَ زُوِيَتْ لِي جُمْلَتُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً فَرَأَيْت مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا , ثم هي تفتح لأمتي جزأ فجزأ حتى يصل ملك أمتي إلى كل أجزائها... (العلامة الشيخ محمد عبد الرحمن المباركفوري, تحفة الاحوذي بشرح سنن الترمذي,4:468)
”..Maknanya adalah, sesungguhnya bumi telah dikumpulkan dan diserahkan kepadaku seluruhnya secara serentak, sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya. Kemudian, bumi akan ditaklukkan untuk ummatku bagian demi bagian, hingga kekuasaan umatku meliputi seluruh bagian muka bumi”..[Imam al-Mubarakfuriy, Tuhfat al-Ahwadziy bi Syarh Sunan al-Tirmidziy, juz 4/468]
Dikuasainya seluruh permukaan bumi oleh kaum Muslim menunjukkan bahwasanya di sana akan tegak kekuasaan raksasa, yakni Khilafah Islamiyyah, yang bentangan kekuasaannya mencakup timur dan barat bumi. Hadits ini sekaligus menunjukkan bahwasanya pemerintahan yang dijanjikan Allah dan dikabarkan Nabi saw adalah kekuasaan seluruh dunia, bukan negara bangsa.
Imam Ahmad menuturkan sebuah hadits dari ‘Amru bin ‘Ash ra, bahwasanya Abu Qabil ra berkata:
كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي وَسُئِلَ أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلًا الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ فَدَعَا عَبْدُ اللَّهِ بِصُنْدُوقٍ لَهُ حَلَقٌ قَالَ فَأَخْرَجَ مِنْهُ كِتَابًا قَالَ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بَيْنَمَا نَحْنُ حَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَكْتُبُ إِذْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلًا قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلًا يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
”Kami sedang bersama ’Abdullah bin ’Amru bin al-’Ash, dan ia ditanya mana kota yang ditaklukkan pertama kali; Kostantinopel atau Romawi? ’Abdullah saw pun mengambil sebuah kotak antik. Abu Qabil berkata,”’Abdullah mengeluarkan secarik tulisan dari kotak itu. Abu Qabil berkata, ”Lalu ’Abdullah bin ’Amru bin al-’Ash berkata, ”Ketika kami berada di sekeliling Rasulullah saw, kami menulis, ketika Rasulullah saw ditanya kota mana yang ditaklukkan pertama kali, Kostantinopel atau Romawi; maka Rasulullah saw menjawab, ”Kota Heraklius akan ditaklukkan pertama kali. Maksudnya adalah kota Kostantinopel”. [HR. Imam Ahmad]
Di dalam hadits ini, Nabi saw memberikan kabar gembira kepada kaum Muslim dengan ditaklukkannya Konstantinopel dan Romawi. Di dalam sejarah dituturkan bahwasanya kota Konstantinopel berhasil ditaklukkan pasukan Islam yang dipimpin Sultan Mohammad Al Fatih. Penaklukkan kota Konstantinopel juga disebutkan dalam sebuah hadits yang dituturkan oleh Imam Ahmad. Rasulullah saw bersabda:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ، فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
”Sungguh, akan ditaklukkan Konstantinopel. Sebaik-baik amir adalah amirnya ( amir yang menaklukkan Konstantinopel) dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya (pasukan yang menaklukkan kota itu)”. [HR. Imam Ahmad]
Ada satu kota yang belum ditaklukkan oleh kaum Muslim, yakni kota Romawi. Penaklukkan kota Romawi --akan terlaksana dengan ijin Allah swt--, mengisyaratkan tegaknya kembali Khilafah Islamiyyah yang akan melaksanakan bisyarah Nabi saw tersebut. Pasalnya, untuk menaklukkan kota Romawi dibutuhkan negara yang memiliki kekuatan besar, baik persenjataan (arsenal), pasukan perang, maupun kemampuan-kemampuan lainnya.
Bisyarah tegaknya kembali Khilafah Islamiyyah juga ditunjukkan oleh riwayat-riwayat yang menceritakan tentang datangnya Imam Mahdiy. Hadits-hadits yang bertutur tentang Imam Mahdiy jumlahnya sangat banyak, sehingga mencapai derajat mutawatir. Imam Al-Hafidz As Suyuthi di dalam Kitab Al-Hawiy menyebutkan lebih dari 30 orang shahabat yang menuturkan riwayat-riwayat tentang Imam Mahdiy dengan jalur periwayatan yang banyak dan berbeda-beda.
Adapun yang dimaksud Imam Mahdiy di sini, tentu saja berbeda dengan Imam Mahdiy yang dimaksud oleh sekte Syi’ah. Yang dimaksud Imam Mahdiy di sini seorang khalifah yang ada di akhir zaman yang memerintah dengan penuh keadilan, bukan Imam Mahdiy sebagaimana pemahaman sekte Syi’ah. Di antara hadits yang bertutur tentang Imam Mahdiy adalah sebagai berikut:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدَّهْرِ إِلاَّ يَوْمٌ لَبَعَثَ اللَّهُ رَجُلاً مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يَمْلأُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
“Seandainya masih tersisa waktu, walaupun hanya sehari saja, niscaya Allah akan mengutus seorang laki-laki dari keluargaku yang memenuhi waktu dengan keadilan sebagaimana, sebagaimana sebelumnya waktu dipenuhi oleh kelaliman”. [HR. Imam Abu Dawud dari ‘Ali ra]
Imam Tirmidziy menuturkan sebuah hadits dari ‘Abdullah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ العَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي. وَفِي البَابِ عَنْ عَلِيٍّ ، وَأَبِي سَعِيدٍ ، وَأُمِّ سَلَمَةَ ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ. وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang laki-laki dari keluargaku berkuasa di Arab, yang namanya seperti namaku”. Isi hadits ini juga diriwayatkan dari ‘Ali ra, Abi Sa’id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah ran. Hadits ini hasan shahih]
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Abdullah dari Nabi saw, bahwasanya beliau saw bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ ». قَالَ زَائِدَةُ فِى حَدِيثِهِ « لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ ». ثُمَّ اتَّفَقُوا « حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رَجُلاً مِنِّى ». أَوْ « مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى ». زَادَ فِى حَدِيثِ فِطْرٍ « يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا ». وَقَالَ فِى حَدِيثِ سُفْيَانَ « لاَ تَذْهَبُ أَوْ لاَ تَنْقَضِى الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ لَفْظُ عُمَرَ وَأَبِى بَكْرٍ بِمَعْنَى سُفْيَانَ.
“Seandainya di dunia ini tidak ada waktu tersisa kecuali hanya sehari saja”, Zaidah berkata di dalam haditsnya, “Niscaya Allah akan memanjangkan hari itu”, lalu mereka bersepakat, “Hingga Allah mengutus di hari itu seorang laki-laki dariku”, atau “seorang laki-laki dari keluargaku (ahlul bait), yang namanya seperti namaku dan bapaknya seperti bapakku”. Ada tambahan di dalam haditsnya Fithr, “Yang memenuhi dunia dengan keadilan dan kesetaraan, sebagaimana sebelumnya dunia dipenuji oleh kedzaliman dan kelaliman”. Nabi saw bersabda, dalam haditsnya Sufyan, “Dunia tidak akan lenyap atau binasa, hingga seorang laki-laki dari keluargaku berkuasa di Arab, yang namanya seperti namaku”. Imam Abu Dawud berkata, “Lafadz dari ‘Umar dan Abu Bakar semakna dengan hadits yang lafadznya dari Sufyan]
Menegakkan Khilafah atau Mengangkat Seorang Khalifah Kewajiban Yang Harus Disegerakan
Mengangkat seorang Khalifah atau Imam termasuk kewajiban agama yang paling penting. Allamah Ibnu Hajar al-Haitamiy Asy Syafi’iy, di dalam kitab Ash Shawaa'iqul Muhriqah menyatakan:
اِعْلَمْ أَيْضًا أَنَّ الصَّحَابَةَ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالىَ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ نَصْبَ اْلإِمَامِ بَعْدَ اِنْقِرَاضِ زَمَنِ النُّبُوَّةِ وَاجِبٌ بَلْ جَعَلُوْهُ أَهَمَّ الْوَاجِبَاتِ حَيْثُ اشْتَغَلُوْا بِهِ عَنْ دَفْنِ رَسُوْلِ اللهِ وَاخْتِلاَفُهُمْ فِي التَّعْيِيْنِ لاَ يَقْدِحُ فِي اْلإِجْمَاعِ الْمَذْكُوْرِ
"Ketahuilah juga; sesungguhnya para shahabat ra seluruhnya telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib; bahkan mereka menjadikan kewajiban tersebut (mengangkat seorang imam/khalifah) sebagai kewajiban yang paling penting. Sebab, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut daripada kewajiban menyelenggarakan jenazah Rasulullah saw. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai ta'yiin (siapa yang paling layak menjabat khalifah) tidak merusak ijma' yang telah disebut.." [Allamah Ibnu Hajar al-Haitamiy Asy Syafi’iy, Ash Shawaa'iqul Muhriqah, juz 1/25]
Di dalam kitab-kitab tarikh juga dituturkan, pada saat Khalifah Umar ra terluka, beliau segera menunjukkan beberapa orang shahabat untuk bermusyawarah memilih siapa yang akan menduduki tampuk kekhilafahan. Beliau ra juga menunjuk 50 orang shahabat untuk membunuh ahlu syura, jika selama tiga hari mereka tidak sepakat mengangkat seorang Khalifah. [Al-Khilafah, hal, 19]. Apa yang diperintahkan ‘Umar ra di atas penglihatan dan pendengaran para shahabat, dan mereka tidak mengingkari. Oleh karena itu, hal ini merupakan bagian dari ijma’ shahabat atas wajibnya kaum Muslim bersegera mengangkat seorang Khalifah, dan tenggat waktu kekosongan Khalifah adalah 3 hari 2 malam.
Para ‘ulama dan generasi berikutnya melestarikan kesepakatan para shahabat di atas dengan menunda pemakaman jenazah seorang Khalifah, hingga berhasil diangkat seorang Khalifah pengganti.
Jika pengangkatan seorang Khalifah bukan kewajiban penting yang harus disegerakan pelaksanaannya, niscaya para shahabat tidak menunda pemakaman jenazah Baginda Nabi Mohammad saw, dan ‘Umar ra tidak menyiapkan 50 orang kaum Muslim untuk membunuh majelis syura jika dalam tenggat 3 hari belum bersepakat mengangkat seorang Khalifah.
Setelah penjelasan ini, masih adakah orang-orang beriman yang menolak kewajiban mengangkat seorang Khalifah dan menegakkan kembali Khilafah? Sungguh, siapa saja yang menolak, memusuhi, dan menghalangi-halangi upaya mengangkat seorang Khalifah dan menegakkan Khilafah Islamiyyah, sesungguhnya ia telah memproklamirkan perang dan permusuhan terhadap salah satu kewajiban syariat yang penting dan disegerakan oleh para shahabat Nabi saw. [GS]
0 Response to "HUKUM MENOLAK KHILAFAH"
Post a Comment