Mengapa UU Omnibus Law Cipta Kerja (UU OL CK) Berpotensi Merugikan Pekerja?
Pierre Suteki
10 TANGGAPAN ATAS ARTIKEL BERJUDUL:
"MELURUSKAN 12 HOAX OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA"
Sebenarnya ada 12 ISSUE PENYANGKALAN artikel yang mengatakan bahwa 12 issue tersebut dikatakan HOAX. Melalui artikel ini saya akan memberikan 10 KOMENTAR yang saya anggap penting agar publik juga membaca memperoleh informasi tentang UU OL CK secara adil.
========================
"MELURUSKAN 12 HOAX OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA"
Di masyarakat, beredar 12 alasan buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dua belas poin tersebut ternyata tidak benar. Berikut ini kita kupas satu persatu beserta pasal dan fakta yang sebenarnya agar semua jelas!
1. Benarkah Uang pesangon akan dihilangkan?
Faktanya : Uang pesangon tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 156
Ayat 1 UU 13 Tahun 2003:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan
kerja, pengusaha wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa
kerja.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, pesangon yang mana saja?
Ada beberapa pesangon yang dihapuskan oleh UUOL CK, yaitu:
(1) Menghapuskan uang pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena surat
peringatan. Padahal dalam UU
Ketenagakerjaan pasal 161 menyebutkan
pekerja/buruh yang di PHK karena mendapat
surat peringatan memiliki hak mendapatkan
pesangon.
(2) Menghapuskan uang pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena
peleburan, pergantian status kepemilikan
perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK
karena pergantian status kepemilikan
perusahaan tidak akan diberi pesangon lagi
oleh perusahaan awal, sebab hal ini sudah
dihapus dalam UU OL Cipta Kerja.
(3) Menghapuskan uang pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena
perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
Pemerintah telah menghapus UU
Ketenagakerjaan pasal 164 dan 165 di dalam
Cipta Kerja. Jadi nantinya pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan pailit tidak mendapatkan pesangon.
(4) Menghapuskan uang santunan berupa
pesangon bagi ahli waris atau keluarga
apabila pekerja/buruh meninggal. Cipta Kerja juga telah menghapus
pemberian uang santunan berupa pesangon,
hak uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak bagi ahli waris yang
ditinggalkan.
(4) Menghapuskan uang pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena akan
memasuki usia pensiun. Pemerintah telah
menghapus Pasal 167 UUK yang isinya
mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang
di PHK karena memasuki usia pensiun.
2. Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?
Faktanya: Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Gubernur menetapkan upah
minimum sebagai jaring pengaman.
(Ayat 2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, tidak cukup ditentukan hanya dengan UMR Provinsi.
UU OL CK ternyata:
Meniadakan upah minimum sektoral
kabupaten/kota (UMK), upah minimum
sektoral kabupaten/kota (UMSK), sehingga
penentuan upah hanya berdasarkan Upah
Minimum Provinsi (UMP).
3. Benarkah Upah buruh dihitung per jam?
Faktanya: Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU
13 Tahun 2003:
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, di UUK tidak diatur tentang perhitungan upah kerja berdasar satuan waktu dan satuan hasil.
UU OL CK mengatur Adanya upah satuan hasil dan waktu.
Upah satuan hasil adalah upah yang
ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti
harian, mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan hasil adalah upah yang
ditetapkan berdasarkan hasil dari pekerjaan
yang telah disepakati.
Potensi upah per jam (berdasarkan satuan waktu), juga terlihat dari revisi Pasal 92 yang dalam Ayat (2) menjadi seperti ini:
Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu. Meskipun di dalam Cipta Kerja tidak secara tegas dikatakan upah per jam, namun perangkat hukum yang kelak akan digunakan sebagai upah per jam boleh jadi sudah disiapkan. Jika ini diberlakukan, buruh akan benar-benar cilaka karena take home pay nya bisa jauh dari UMR.
4. Benarkah Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?
Faktanya: Hak cuti tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada
pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling
sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus.
(Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat di atas,
perusahaan dapat memberikan cuti panjang
yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, banyak hak cuti buruh yang ditiadakan.
(1) UU Cipta Kerja ini menyerahkan
regulasi terkait hak cuti panjang kepada
perusahaan.
(2) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak
cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/ buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati.
(3) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan
hak cuti haid bagi perempuan. RUU Cipta
Kerja tidak menuliskan hak cuti haid di hari
pertama dan kedua masa menstruasi yang
sebelumnya diatur dalam UUK.
(4) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan
pembahasan, perubahan atau status
penghapusan pasal tentang Cuti hamil dan melahirkan (Pasal 82 UUK), Hak menyusui (Pasal 83 UUK), cuti menjalankan perintah wajib agama (Pasal 80 UUK).
5. Benarkah Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup?
Faktanya: Outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinan. Pekerja menjadi karyawan dari perusahaan alih daya.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Hubungan kerja antara perusahaan alih daya
dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya
didasarkan pada perjanjian kerja waktu
tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya adalah ketika tidak ada batas waktu berapa lama seorang pekerja menjadi pegawai alih daya.
(1) Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1
tahun.
UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.
(2) Aturan UUK penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok.
UU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu. Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas.
6. Benarkah tidak akan ada status karyawan tetap?
Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU
13 Tahun 2003:
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1
tahun.
UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.
7. Apakah Perusahaan bisa memPHK kapanpun secara sepihak?
Faktanya: Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 90
Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
(Ayat 2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan
kerja dilakukan melalui prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya adalah, selain 9 alasan PHK, di UUOL CK ada tambahan alasan perusahaan mem-PHK buruh.
(1) Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9
alasan perusahaan boleh melakukan PHK
seperti:
1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup karena merugi
3. Perubahan status perusahaan
4. Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
5. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
6. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
7. Pekerja/buruh mengundurkan diri
8. Pekerja/buruh meninggal dunia
9. Pekerja/buruh mangkir
UU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi
alasan perusahaan boleh melakukan PHK,
di antaranya meliputi:
1. Perusahaan melakukan efisiensi.
2. Perusahaan melakukan penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan.
3. Perusahaan dalam keadaan penundaan
kewajiban pembayaran utang
4. Perusahaan melakukan perbuatan yang
merugikan pekerja/buruh
5. Pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
Memang benar, Pasal 56 Ayat (3), Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengatur jika jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.
Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan dilakukan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan dapat
menentukan sepihak pekerjaan berakhir.
8. Benarkah Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?
Faktanya: Jaminan sosial tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU
40 Tahun 2004:
Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian;
f. jaminan kehilangan pekerjaan.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 167 ayat (5) UUK menyatakan:
Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
UU OL CK menghapus sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun.
UU OL CK menghapus Pasal 184 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan "Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5),
dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah)"
Jadi, ada hak pekerja yg hilang, yakni jaminan pensiun. Apakah itu dianggap tidak berarti bagi pekerja?
9. Benarkah Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian?
Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu
atau untuk waktu tidak tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1
tahun.
UUOL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup. Memang betul akan tetap ada pegawai tetap, tetapi pegawai baru lainnya akan sulit menjadi pegawai tetap perusahaan jika tidak ada pembatasan waktu menjadi pegawai kontrak.
10. Benarkah Tenaga kerja asing bebas masuk?
Faktanya: Tenaga kerja asing tidak bebas masuk, harus memenuhi syarat dan peraturan.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat
1UU 13 Tahun 2003:
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki
pengesahan rencana penggunaan tenaga
kerja asing dari Pemerintah Pusat.
KOMENTAR SUTEKI:
(1) Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan:
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki izin
tertulis dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
Ketentuan ini diperlunak dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan pengesahan rencana penggunaan TKA.
(2) Pasal 43 ayat 1 UUK berbunyi Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja
asing yang disahkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 43 mengenai rencana penggunaan
TKA dari pemberi kerja sebagai syarat
mendapat izin kerja dimana dalam RUU
Cipta kerja, informasi terkait periode
penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga
kerja menjadi warga negara Indonesia
sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana
penugasan ekspatriat dihapuskan.
(2) Pasal 44 ayat 1 UUK menegaskan bahwa Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
Oleh UU OL CK Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi TKA dihapus.
Apakah hal ini tidak berarti ada indikasi bahwa TKA lebih leluasa dan bebas masuk?
=====================
Tabik...!!!
Semarang, 6 Oktober 2020
0 Response to "Mengapa UU Omnibus Law Cipta Kerja (UU OL CK) Berpotensi Merugikan Pekerja?"
Post a Comment